Kamis, 07 Maret 2019

Menghijaukan Rumput di Halaman Sendiri (5)






Tidak bisa hanya bertutur dengan kalimat perintah. Tidak cukup hanya bergerak dengan jari telunjuk. Harus dilakukan secara bersama-sama. Harus ditemani secara langsung. Itu sebagai bukti bahwa kalimat perintah juga kembali mantul terdengar di telinga kita. Itu sebagai fakta bahwa empat jari yang lainnya juga mengarah pada badan kita. Akan lebih baik jika dilakukan secara bersama-sama dan akan lebih indah jika ditemani. 

Dinamika bersama masyarakat, berbeda dengan keluarga dan dunia kerja. Bersama masyarakat adalah menahan laju kalimat perintah dan membendung licahnya telunjuk. Bersama masyarakat adalah membangun keyakinan untuk dapat berbuat lebih, beda dan terbaik karena semua mempunyai potensi dalam lingkup yang lebih besar. Bersama masyarakat adalah membentuk konsistensi untuk terus melanggengkan gerakan dalam membangun kampung dan membuat bahagia warganya.

Membangun kampung dan membuat bahagia warganya sejatinya sudah menjadi bagian dari kewajiban pemerintah melalui APBD. Kewajiban tersebut ditunaikan oleh pemkot Bandung, melalui program PIPPK (Program Inovasi Pemberdayaan Pembangunan Kewilayahan), pemprov melalui DAK, dan pusat, antara lain melalui KOTAKU. Namun semuanya terbatas dan perlu waktu sehingga gerakan swadaya harus muncul sebagai upaya nyata dan langsung untuk ‘mengubah’ wajah kampung. 

Gerakan swadaya itu sudah muncul dari dulu. Gerakan yang lahir dari budaya luhur sebagai kearifan lokal. Perpanjangan dari gerakan gotong royong. Gerakan yang dikenal dengan nama generik ‘udunan’, ‘perelek’, ‘rereongan sarupi’ dan kemudian diformalkan sebagai Iuran Warga. Gerakan yang sejatinya dapat dimaknai sebagai perwujudan ibadah karena hal tersebut juga bagian dari ‘sedekah’.

Iuran Warga di lingkungan RW 11 Sukalaksana kelurahan Cicaheum Bandung, berjumlah Rp. 12.000 per KK. Terdapat beberapa warga, pemilik kostan dan atau perusahaan yang bertindak sebagai donatur dengan iuran yang lebih besar sesuai kesanggupan. Total dalam sebulan terkumpul rata-rata Rp. 5.000.000. Selanjutnya dana tersebut dialokasikan untuk honor petugas kebersihan Rp. 1.400.000 plus bensin Rp. 100.000, honor keamanan Rp. 1.250.000, dan biaya TPS Rp. 650.000. Dana tersebut juga diberikan sebagai subsidi untuk PKK, Posyandu, Posbindu, Urban Farming, dan Unit Bank Sampah dengan besaran mulai dari Rp. 50.000 hingga 150.000. Dana sisa, kemudian dialokasikan untuk Kas RW, Kas RT dan Kas Kerohiman. Berulang demikian setiap bulan dan sepanjang tahun.

Bagaimana dengan drainase yang mampet? Juga kondisi jalan gang yang berlubang-lubang? Bagaimana juga dengan area lapangan yang tidak terawat, pos RW dan posyandu yang sudah pudar warna dindingnya, gerbang kampung yang perlu dicat kembali, motor Triseda pengangkut sampah yang perlu perbaikan dan kebutuhan lainnya? Tidak ada jalan, mengajak warga untuk udunan (bersedekah).

Gerakan bersedekah itulah yang mendorong pembuatan taman di area bekas konveksi kaos kaki lingkungan RT 1 RW 11. Diawali kegiatan gotong royong di hari Ahad, 18 Nopember 2018 dengan membersihkan rerumputan dan sampah yang ada, kegiatan tersebut terus menggelinding jadi sebuah tekad untuk membuat taman. Hampir setiap akhir pekan di hari Sabtu dan Ahad, serta hari libur, area tersebut terus dibenahi. Di hari kerja, kegiatan dilakoni tukang secara bertahap sesuai dana yang tersedia. Pembuatan taman selanjutnya dilengkapi dengan berbagai fasilitas mulai dari penyediaan bangku tempat duduk, area ban, kolam ikan, area batu terapi, hingga ayunan. 

Ajakan bersedekah terus dilancarkan ke berbagai pihak, baik warga setempat, maupun warga RW 11  yang sudah bermukim di daerah lain, bahkan teman dan saudara. Partisipasi warga mulai dari ide, tenaga, material, konsumsi hingga dana, terus mengalir. Anak-anak yang bahagia karena ada kola ikan, mereka menyisihkan uang jajannya untuk beli ikan. Remaja masjid tidak mau ketinggalan ikut mengecat lantai ayunan. Karang taruna membuat mural bertema olah raga Basket, meskipun hanya kaosnya saja. Ibu-ibu di sekitar taman beberapa kali menghidangkan botram dengan menu favorit : tahu, tempe, jengkol, sambal dan kerupuk.

Terkumpul dana swadaya lebih dari Rp. 8.000.000 yang berasal lebih dari 60 warga yang memberikan donasi. Swadaya material yang didonasikan warga antara lain cat, semen, pasir, kayu, bata, besi, dll. Warga juga berdonasi untuk pengelasan ayunan, pengecatan, pemasangan lampu taman, dll. Pembuatan taman tidak menggusur dan menjauhkan aktivitas yang sebelumnya ada, yaitu menjemur burung dan menjemur pakaian. Area menjemur burung, dipusatkan di depan bagian selatan. Sementara area menjemur pakaian, dipindahkan ke bagian belakang taman. 

Taman itu belum usai. Saungnya belum ada. Pelosotannya belum terbeli. Paving juga masih bertahan di toko material. Rumputnya juga baru ditanam pada hari Ahad, 19 Januari 2019, dan belum menyebar merata. Meski demikian, keberadaan taman sudah mendatangkan manfaat. Di pagi hari sebelum matahari menyengat, sudah ada seorang ayah dengan anaknya bermain ayunan. Beranjak beberapa jam kemudian, anak-anak lainnya asyik main di area ban, asyik menyaksikan ikan di bawah kicauan burung dan bergantian main ayunan. Siang hari saat terik, taman pun sepi. Hanya ada satu dua anak yang nekad main ayunan. Sesekali taman menjadi titik pertemuan antara OJOL dengan penumpaangnya. Taman ramai kembali di sore hari. Ibu-ibu asyik ngerumpi di teras selatan. Sementara anak-anaknya bermain ayunan. Di malam hari, giliran bapak-bapak dan karang taruna yang menjadi taman sebagai alternative untuk berkumpul.

1 komentar:

tsaqib mengatakan...

aku bangga dengan bapak ku