Selasa, 19 Maret 2019

Dua Juta Lebih


Aktif di gerakan sosial mempunyai tantangan tersendiri. Bersifat kerelawanan. Menyediakan waktu yang ada untuk berbagai kebutuhan dan kegiatan lainnya di akhir pekan. Prioritas kegiatan keluarga karena hanya di Hari Sabtu dan Ahad bisa ketemu. Selanjutnya berupaya untuk terlibat dalam gerakan sosial.

Setelah mengikuti Orientasi Relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Kota Bandung di bulan Januari 2019, kegiatan yang diikuti baru satu kali, yaitu setelah adanya musibah banjir di Pasirjati Komplek Perumahan Jati Endah Regency. Musibah yang terjadi hari Ahad, 10 Februari 2019 itu, antara lain menyebabkan 6 rumah rusak total dan 3 orang meninggal dunia.

Musibah tersebut menimpa saudara sepupu dari garis kakek. Rumah di Blok B-8, hanya menyisakan teras dan kamar depan. Sementara atap dan bagian lainnya, tergerus hancur oleh air bah yang menyapu pondasi rumah dari bagian belakang.

Senin 11 Februari 2019, berkesempatan berkunjung ke lokasi musibah. Tim Basarnas dan Relawan dari berbagai organisasi, berjibaku membersihkan area dari tumpukan lumpur dan berbagai sampah. Beberapa Tim Relawan yang berada di lokasi, antara lain Dompet Dhuafa, Daarut Tauhid, ACT, TNI, Polisi, PU, dll.

Secara bertahap, kegiatan pembersihan rumah bergerak satu demi satu. Sebelum pembersihan, semua tim mengeluarkan kendaraan motor dan mobil yang terendam banjir yang berada di teras rumah.
Truk hilir mudik mengangkut endapan lumpur dan sampah untuk dibawa keluar dari lokasi. Hingga ba'da Dhuhur, rumah Blok-8 mendapat giliran untuk dilakukan pembersihan. Meski tanpa persiapan yang baik (tidak pake sepatu booth, sarung tangan dan topi), sy coba bantu untuk angkat dan angkut memindahkan barang2 yang masih bisa dipakai.

Aksi kedua, berpartisipasi dalam kegiatan penggalangan dana sebagai bentuk peduli terhadap peristiwa penembakan terhadap muslim yang sedang mempersiapkan diri untuk shalat Jumat di dua masjid di Selandia Baru. Aksi Peduli Selandia Baru dilaksanakan di acara Car Free Day di sepanjang jalan Dago (Jalan Ir. H. Djuanda). Berangkat pake kemeja (salah kostum, harusnya kaos dan pake sapatu olah raga), tiba di lokasi 5 menit menjelang pukul 6 pagi di seputaran RS Santo Boromeus.  

Dokpri

Ternyata pake kemeja bisa disebut malah tepat karena dalam aksi penggalangan dana diperlukan penampilan yang pas. Penampilan yang setidaknya dapat lebih meyakinkan warga/ummat untuk tergerak ikut berdonasi.

Selanjutnya adalah atribut lembaga sebagai hal yang sangat penting, seperti Topi, Rompi, Kaos, PIN, dan Sunduk (Kantong untuk menerima uang donasi, berasal dari Bahasa Arab). Tak kalah penting, adalah spanduk dan banner. Jangan lupa dengan pengeras suara berupa Sound System mobile. Jangan ketinggalan juga, tali plastik (rafia) untuk mengikatkan spanduk.

Sebelum dimulai, diadakan breafing oleh Korlap, Teh Fuji. Dijelaskan maksud dan tujuan dari Aksi. Setiap personil harus bisa menjelaskan maksud dan tujuan aksi jika ada warga yang bertanya, meskipun sebenarnya sudah dapat diketahui informasinya yang sudah tertuang dalam banner dan spanduk. Teh Fuji membagi tugas setiap personil. Riyan berorasi. Bekti pegang Sunduk. Iqbal dan Fadly pegang banner. Zae pegang spidol. Teh Rina jaga titik lokasi. Aku? Bawa muter soundsystem.

Muter di sepanjang jalur CFD, berorasi dan mengajak berdonasi, membuat warga yang hadir jadi tertarik. Apalagi ketika takbir beberapa kali dikumandangkan.

Beberapa warga yang duduk di median jalan sambil menikmati panggung musik di beberapa titik tertentu, menjadi target untuk didekati, diberi info dan diajak untuk peduli terhadap peristiwa di Selandia Baru itu. Alhamdulillah ada yang merogoh sakunya, mengeluarkan dompetnya dan memasukkan rupiahnya. Senang bangettts ada warga yang langsung tergerak seperti itu.

Dokpri

Setelah muter di dua lajur yang berbeda, selanjutnya berkumpul kembali di titik lokasi. Spanduk penggalangan tanda tangan terhampar di pinggir jalan. Spanduk peduli Selandia Baru terbentang dipegang oleh dua orang yang berdiri di antara dua pohon (Lupa talinya).

Sesekali didekati warga atau komunitas lainnya untuk mampir dan membubuhkan dukungannya di spanduk penggalangan tanda tangan. Warga dan komunitas yang mampir, antara lain Pahlawan Animasi, yaitu Spiderman. Berikutnya komunitas KEBUMIAN dari ITB yang melakukan aksi Gerakan Pungut Sampah (GPS), GMKI, Aksi Peduli Palestina, dll.

Hal lain yang seru, adalah menjadi model untuk pengambilan gambar oleh Photografer yang entah kenapa lupa untuk ditanyakan dari media manadia berasal. Beberapa kali gaya dan pose dia jepret. Berjajar berdua. Kemudian bertiga. "Eit...stop dulu... hp jangan dipegang...dimasukin dulu ke saku", kemudian...jepret..jepret...

Aksi Peduli Selandia Baru saat itu, terkumpul dana lebih dari 2 juta.  

Kamis, 07 Maret 2019

Menghijaukan Rumput di Halaman Sendiri (5)






Tidak bisa hanya bertutur dengan kalimat perintah. Tidak cukup hanya bergerak dengan jari telunjuk. Harus dilakukan secara bersama-sama. Harus ditemani secara langsung. Itu sebagai bukti bahwa kalimat perintah juga kembali mantul terdengar di telinga kita. Itu sebagai fakta bahwa empat jari yang lainnya juga mengarah pada badan kita. Akan lebih baik jika dilakukan secara bersama-sama dan akan lebih indah jika ditemani. 

Dinamika bersama masyarakat, berbeda dengan keluarga dan dunia kerja. Bersama masyarakat adalah menahan laju kalimat perintah dan membendung licahnya telunjuk. Bersama masyarakat adalah membangun keyakinan untuk dapat berbuat lebih, beda dan terbaik karena semua mempunyai potensi dalam lingkup yang lebih besar. Bersama masyarakat adalah membentuk konsistensi untuk terus melanggengkan gerakan dalam membangun kampung dan membuat bahagia warganya.

Membangun kampung dan membuat bahagia warganya sejatinya sudah menjadi bagian dari kewajiban pemerintah melalui APBD. Kewajiban tersebut ditunaikan oleh pemkot Bandung, melalui program PIPPK (Program Inovasi Pemberdayaan Pembangunan Kewilayahan), pemprov melalui DAK, dan pusat, antara lain melalui KOTAKU. Namun semuanya terbatas dan perlu waktu sehingga gerakan swadaya harus muncul sebagai upaya nyata dan langsung untuk ‘mengubah’ wajah kampung. 

Gerakan swadaya itu sudah muncul dari dulu. Gerakan yang lahir dari budaya luhur sebagai kearifan lokal. Perpanjangan dari gerakan gotong royong. Gerakan yang dikenal dengan nama generik ‘udunan’, ‘perelek’, ‘rereongan sarupi’ dan kemudian diformalkan sebagai Iuran Warga. Gerakan yang sejatinya dapat dimaknai sebagai perwujudan ibadah karena hal tersebut juga bagian dari ‘sedekah’.

Iuran Warga di lingkungan RW 11 Sukalaksana kelurahan Cicaheum Bandung, berjumlah Rp. 12.000 per KK. Terdapat beberapa warga, pemilik kostan dan atau perusahaan yang bertindak sebagai donatur dengan iuran yang lebih besar sesuai kesanggupan. Total dalam sebulan terkumpul rata-rata Rp. 5.000.000. Selanjutnya dana tersebut dialokasikan untuk honor petugas kebersihan Rp. 1.400.000 plus bensin Rp. 100.000, honor keamanan Rp. 1.250.000, dan biaya TPS Rp. 650.000. Dana tersebut juga diberikan sebagai subsidi untuk PKK, Posyandu, Posbindu, Urban Farming, dan Unit Bank Sampah dengan besaran mulai dari Rp. 50.000 hingga 150.000. Dana sisa, kemudian dialokasikan untuk Kas RW, Kas RT dan Kas Kerohiman. Berulang demikian setiap bulan dan sepanjang tahun.

Bagaimana dengan drainase yang mampet? Juga kondisi jalan gang yang berlubang-lubang? Bagaimana juga dengan area lapangan yang tidak terawat, pos RW dan posyandu yang sudah pudar warna dindingnya, gerbang kampung yang perlu dicat kembali, motor Triseda pengangkut sampah yang perlu perbaikan dan kebutuhan lainnya? Tidak ada jalan, mengajak warga untuk udunan (bersedekah).

Gerakan bersedekah itulah yang mendorong pembuatan taman di area bekas konveksi kaos kaki lingkungan RT 1 RW 11. Diawali kegiatan gotong royong di hari Ahad, 18 Nopember 2018 dengan membersihkan rerumputan dan sampah yang ada, kegiatan tersebut terus menggelinding jadi sebuah tekad untuk membuat taman. Hampir setiap akhir pekan di hari Sabtu dan Ahad, serta hari libur, area tersebut terus dibenahi. Di hari kerja, kegiatan dilakoni tukang secara bertahap sesuai dana yang tersedia. Pembuatan taman selanjutnya dilengkapi dengan berbagai fasilitas mulai dari penyediaan bangku tempat duduk, area ban, kolam ikan, area batu terapi, hingga ayunan. 

Ajakan bersedekah terus dilancarkan ke berbagai pihak, baik warga setempat, maupun warga RW 11  yang sudah bermukim di daerah lain, bahkan teman dan saudara. Partisipasi warga mulai dari ide, tenaga, material, konsumsi hingga dana, terus mengalir. Anak-anak yang bahagia karena ada kola ikan, mereka menyisihkan uang jajannya untuk beli ikan. Remaja masjid tidak mau ketinggalan ikut mengecat lantai ayunan. Karang taruna membuat mural bertema olah raga Basket, meskipun hanya kaosnya saja. Ibu-ibu di sekitar taman beberapa kali menghidangkan botram dengan menu favorit : tahu, tempe, jengkol, sambal dan kerupuk.

Terkumpul dana swadaya lebih dari Rp. 8.000.000 yang berasal lebih dari 60 warga yang memberikan donasi. Swadaya material yang didonasikan warga antara lain cat, semen, pasir, kayu, bata, besi, dll. Warga juga berdonasi untuk pengelasan ayunan, pengecatan, pemasangan lampu taman, dll. Pembuatan taman tidak menggusur dan menjauhkan aktivitas yang sebelumnya ada, yaitu menjemur burung dan menjemur pakaian. Area menjemur burung, dipusatkan di depan bagian selatan. Sementara area menjemur pakaian, dipindahkan ke bagian belakang taman. 

Taman itu belum usai. Saungnya belum ada. Pelosotannya belum terbeli. Paving juga masih bertahan di toko material. Rumputnya juga baru ditanam pada hari Ahad, 19 Januari 2019, dan belum menyebar merata. Meski demikian, keberadaan taman sudah mendatangkan manfaat. Di pagi hari sebelum matahari menyengat, sudah ada seorang ayah dengan anaknya bermain ayunan. Beranjak beberapa jam kemudian, anak-anak lainnya asyik main di area ban, asyik menyaksikan ikan di bawah kicauan burung dan bergantian main ayunan. Siang hari saat terik, taman pun sepi. Hanya ada satu dua anak yang nekad main ayunan. Sesekali taman menjadi titik pertemuan antara OJOL dengan penumpaangnya. Taman ramai kembali di sore hari. Ibu-ibu asyik ngerumpi di teras selatan. Sementara anak-anaknya bermain ayunan. Di malam hari, giliran bapak-bapak dan karang taruna yang menjadi taman sebagai alternative untuk berkumpul.