Kamis, 03 September 2015

Jangan Serakah !!!!



 

Siapa sangka sebagai “peserta gelap”, tetapi menemukan banyak manfaat dari gelaran acara FGD Tentang Pedoman Umum Percepatan Penciptaan Wirausaha Baru di Kota Bandung. Dilaksanakan di sebuah Hotel berbintang 4, dihadiri perwakilan berbagai dinas/badan di lingkungan pemkot, praktisi wirausaha, perguruan tinggi, diselingi sajian makanan ringan dan tawaran minuman kopi/teh, acara FGD yang berlangsung pada 26 Agustus 2015 itu, ditingkahi pertanyaan dari beberapa peserta.

FGD diawali dengan paparan oleh Ferry, Fakultas Ekonomi Unpad, HP 0811239747, yang menyampaikan bahwa Target 100.000 wirausaha baru adalah tanggung jawab bersama yang akan memberikan dampak terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Bandung dikenal sebagai kota yang memiliki banyak inovator dan sebagai cikal bakal ekonomi kreatif di Indonesia. Tumbuhnya wirausaha baru, mesti disertai iklim usaha yang mendukung dan mekanisme pasar yang tidak saling merugikan. Harus ada kolaborasi agen pembangunan antara pemkot dengan masyarakat dan swasta, dengan kota/kabupaten dalam 1 provinsi, dengan provinsi, dengan kota/kab lain provinsi, dengan pusat, dan dengan luar negeri. Hal yang mesti ditanggulangi adalah, jangan sampai wirausaha baru mencari modal dari rentenir. Percepatan Pencitaan Wirausaha Baru mengupayakan peran pemerintah yang dapat mengendalikan pasar sektor informal agar ada keseimbangan dan keterpenuhan antara demand (distribusi pendapatan, kemiskinan dan harga) dan supply (penggangguran, gaji/upah, dan keinginan membuka usaha). Keberadaan PKL di kota Bandung demikian menggurita, ada di pertokoan, pasar, pusat perbelanjaan modern/mall, Rumah Sakit, pusat pendidikan, perumahan/permukiman, Sarana Olah Raga, bahkan hingga sekitar lokasi ibadah.

Paparan berikutnya disampaikan oleh Fajar dari Bappeda. Disampaikannya tentang pemetaan Kota Bandung, latar belakang disusunnya Perwal, ketidakseimbangan penyerapan tenaga kerja, target dan tujuan,  serta kegiatan yang direncanakan dan penanggung jawab teknis dalam percepatan penciptaan wirausaha baru.

Paparan yang cukup ‘renyah’ dan disampaikan penuh gairah adalah materi dari Kukuh Indrapasena, mewakili Young Enterepreneur Academy (YEA), Website : yea-indonesia.com. YEA perintisannya dilaksanakan di Batam pada tahun 2007, kemudian dialihkan di Jakarta pada tahun 2009 dan selanjutnya ditetapkan pusat kegiatannya di Bandung pada tahun 2010. YEA fokus pada pencitaan wirausaha baru. Hambatan dalam penumbuhan wirausaha baru berkaitan dengan pengetahuan, teknologi, akses pasar, regulasi dan permodalan.

Kang Kukuh menyampaikan beberapa program yang telah dilaksanakan YEA, yaitu YEA Virtual, layanan pembelajaran jarak jauh, 2.000 peserta belajar aktif, YEA Capital, berbasis syariah, pitching, rembug, TJ bersama, bussines plan sederhana, YEA Xpro, pelayanan rintisan usaha bagi pensiunan dan yang terkena PHK, YEA Reguler , pembinaan pemuda untuk berwirausaha, 90% jadi wirausaha, usia 17-35 th, YEA Comdev, pembinaan lanjutan bagi pemuda untuk berwirausaha, YEA ecamP , pembinaan di berbagai daerah dan LN, 4.000 alumni tersebar di Indonesia dan YEA yukbisnis.com : layanan usaha medsos, 53.000 anggota. Toko online GRATIS.

Renyahnya materi dilanjutkan oleh Jaya Setiabudi, YEA, HP. 0819818919. Diawali dengan sebuah prinsip yang dijalaninya bahwa mendidik anak dengan tidak mewariskan harta dalam jumlah banyak, melainkan secukupnya dan dengan mendorong kemandirian sang anak. Mas Jaya menyebutkan bahwa Program YEA berketetapan untuk Anti kapitalis, anak-anaknya sekolah formal hanya hingga SD, dilanjutkan dengan Home Schooling.

Dalam menjalankan usaha, disampaikan agar berpedoman pada “Bagilah keuntunganmu pada orang lain”, “Ambillah jatah ‘sejahteramu’, jangan serakah!!!”. Jika sudah tergambar ada keuntungan, jangan lantas berkeinginan untuk menguasai suatu produk dari hulu ke hilir. Umpama seorang pengusaha keripik pisang. Dia berjualan secara online. Keripik pisang yang sudah jadi, dibelinya dari ibu-ibu rumah tangga. Kemudian diberi kemasan yang menarik. Upaya berbagi keuntungan adalah mendekatkan petani pisang ke tempat produksi kepada ibu-ibu yang membuat kripik pisang, sehingga petani terhindar dari tengkulak yang membeli hasil panen pisangnya dengan harga rendah.  Jangan serakah dengan cara membeli langsung ke petani, mengolah/membuat sendiri keripik pisang sehingga ibu-ibu tadi kehilangan/berkurang penghasilannya, mengemas sendiri sehingga di sisi lain pengusaha kemasan kekurangan order, kemudian menjualnya sendiri karena ingin laba yang lebih besar. Cara berbagi keuntungan lainnya adalah dengan menumbuhkan reseller baru sebelum produk sampai ke konsumen. Jangan Serakah !!!