Kamis, 11 Februari 2016

Dari Masjid Membangun Ummat









Sabtu, 30 Januari 2016, Aula Rabbani Hijab. Gelaran Seminar The Power Of Sholat Subuh menghadirkan Ustad M. Jazir, ketua DKM jogokariyan Yogyakarta dan Ustad Hanan At-Taqi dari DKM Salman ITB Bandung. Acara diawali dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, kemudian sambutan dari Kang Demas selaku penanggung jawab program GASIBU (Gerakan Nasional Sholat Subuh Berjamaah), Kang Diki Budiana, ketua komunitas Pejuang Subuh Kota Bandung dan H. Nandang Komara, Direktur Operasional Rabbani.

Ustad Hanan At-Taqi menyampaikan bahwa adzan Sholat Subuh ada kalimat tambahan yang artinya Sholat lebih baik daripada tidur. Kalimat tersebut adalah panggilan untuk membangunkan orang dari tidur dan memberitahukan bahwa ada hal yang lebih baik daripada tidur, yaitu melaksanakan sholat. Patut disyukuri manakala kita bisa memenuhi panggilan/hidayah tersebut. Sebagaimana sebuah cerita : seorang pemuda mabuk berat. Sementara malam semakin larut. Dalam perjalanan pulang, dia tertidur di teras masjid. Dalam tidurnya, dia bermimpi ada seseorang yang memberinya sebuah A-Qur’an. Beberapa waktu kemudian, dia dipenjara karena suatu perkara. Di sel tahanan, ada seorang napi yang membaca Al-Qur’an. Dia penasaran. Dia ingin melihatnya. Kemudian dia ingat akan mimpinya. Akhirnya dia mau mempelajarinya dan hijrah menjadi seorang muslim. Setiap muslim pada dasarnya adalah seorang Da’i. Maka jadilah Da’i. Berkata, berpikir, bersikap dan bertindak seperti seorang Da’i, bertugas menyampaikan dakwah dan menerapkan dakwahnya. 

Pemahaman dari hadits “sampaikan meskipun satu ayat’, bukan semata dan hanya ‘memberitahukan’, melainkan sampaikan hal tersebut dengan cara yang baik, nyaman, strategi yang tepat, media yang pas, dan berdampak. Bahkan di sisi lain, sampaikan meskipun dapat membuat kita celaka/menderita. Artinya berjuang keras untuk menyampaikan dakwah tersebut. Kita arus dapat meyakinkan orang lain bahwa sholat lebih baik daripada tidur. Ibarat seorang marketing, kita bisa menjelaskan ‘spesifikasinya’, kemudahan cara mendapatkannya, perbedaan dalam penampilannya, dan kenyamanan dari dampak yang akan diperolehnya. Pada cerita lain : 2 orang pemuda anak band, masbuk Sholat Isya. Di masjid hanya mereka berdua. Tidak ada yang mau jadi imam. Mereka saling dorong untuk menyuruh di antara mereka menjadi imam. Ditempuhlah sebuah cara untuk menentukan siapa yang akan menjadi imam di antara mereka. SUTEN, pihak yang kalah jadi imam, sementara pihak yang menang jadi makmum. Cerita ini menyiratkan bahwa untuk saat tersebut, metode dan media itu yang membuat mereka nyaman untuk menunaikan kewajibannya. Tentu ada cara lain dalam berdakwah. Surat Nuh banyak mengungkap metode dakwah. GASIBU sebagai bagian dari dakwah, maka yakini bahwa dakwah kita pasti menang. Menangnya dakwah adalah soal waktu. Pilihannya, apakah kita hanya ingin mendapat peran sebagai penonton atau berkontribusi langsung dalam kemenangan dakwah tersebut?

Ustad M. Jazir menyampaikan paparan dengan tema “Dari Masjid Membangun Ummat”. Paparannya diawali dengan kalimat bahwa menjadi pengurus DKM akan mendudukkan seseorang menjadi manusia yang mulya. Dalam suatu hadits dinyatakan bahwa yang akan menjadi keluarga Alloh adalah para pemakmur masjid dan penghafal Al-Qur’an. Pemakmur masjid diberi jaminan dalam bimbingan Alloh dan menjadi pemakmur masjid adalah sebuah pengabdian yang mulya. Sholat Subuh di Masjid Jogokariyan, masjid yang terletak di Kampung Jogokariyan No. 36 kecamatan Mantrijeron Jogjakarya, jamaah sholat subuhnya mendekati jumlah jamaah Sholat Jumat. 

Bertugas menjadi DKM sejak tahun 1999, langkah kecil diawali dengan memetakan penduduk di kampung Jogokariyan yang terdiri dari 907 KK dengan 2.200 jiwa. Rinciannya, 816 jiwa wajib sholat dan 115 non muslim. Untuk menggerakkan sholat berjamaan di masjid, tahapan kegiatan yang dilakukan adalah : 1. Pengurus DKM berkunjung ke rumah setiap warga, 2. Memberitahukan program belajar sholat dengan fasilitas guru khusus untuk mengajarkan sholat, kain sarung/mukena, peci dan sajadah (ada biaya untuk guru), 3. Mengundang warga yang sudah diberikan pelajaran sholat untuk sholat berjamaah di masjid, 4. Undangan sholat berjamaah dibuat dengan undangan khusus dan istimewa layaknya undangan sebuah acara pernikahan/khitanan, 5. Dalam undangan dicantumkan ayat-ayat Al-Qur’an atau hadits yang berkenaan dengan sholat 5 waktu dan keunggulan sholat berjamaah. 6. Diberikan fasilitas lebih dalam pelaksanaan sholat subuh, yaitu minum kopi/teh disertai camilan khas di pagi hari, bahkan disediakan beberapa unit hadiah dalam kegiatan sholat subuh berjamaah, 7. Undangan disampaikan pada setiap warga/peserta belajar sholat tersebut, 8. Dalam beberapa pertemuan, kajian subuh/malam, fokus dan tuntas membahas tentang ‘sholat berjamaah’. Pembahasan berulang-ulang tentang sholat berjamaah merupakan strategi untuk penanaman yang lebih kuat dan dalam pada jamaah untuk dapat memahaminya. Sebuah kebohongan yang disampaikan berulang-ulang, suatu waktu akan dinilai sebagai kebenaran. Demikian dengan pesan kebaikan, harus disampaikan berulang-ulang agar hasilnya membekas. 

Tahun 2005, warga wajib sholat yang belum berjamaah di masjid adalah 50 orang. Kemudian tahun 2011, tersisa 27 orang dan tahun 2013, tinggal 4 orang. Tahun 2010, sholat subuh di Masjid Jogokariyan sudah mencapai 50% jumlah jamaah Sholat Subuh. Tahun 2016, targetnya adalah 75%. Untuk memelihara sholat berjamaah, dibentuk Tim Penjaring Sholat Berjamaah di setiap RT. Tim ini bertugas juga untuk memantau dan menjaga keberlanjutan warga dalam pelaksanaan sholat berjamaah. Jika ada warga yang tidak hadir dalam sholat berjamaah untuk beberapa waktu secara berurutan, maka dilakukan silaturahim untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan warga tersebut tidak dapat mengikuti sholat berjamaah. DKM harus merawat (memberikan pelayanan) ummatnya dengan baik. DKM harus memperhatikan ummatnya agar tidak ‘diterkam’ pihak lain. Gerakan sholat berjamaah harus masif dan massal. Ciptakan kemeriahan di dalamnya. Hadirkan suatu cara yang beda dan lain. DKM Jogokariyan kampanye melalui kaos oblong dengan tulisan “HARI GINI BELUM SHOLAT SUBUH BERJAMAAH DI MASJID????”

Jualan rokok saja ada marketingnya. Ada salesnya. Untuk gerakan sholat berjamaah, harus ada marketingnya juga. Harus terorganisasi dengan baik. Salah satunya dengan mengadakan Lomba Desain Kaos Dakwah. DKM bukan juru kunci masjid. Masjid jangan dikunci. Karena dikunci, maka pilihan untuk dugem rata-rata bukan masjid. Masjid Jogokariyan memiliki petugas yang berjaga selama 24 jam. Artinya, melayani jamaah untuk 24 jam dalam sehari. Silakan bagi yang mau melaksanakan itikaf dan sholat malam. Bagi jamaah yang khawatir dingin untuk wudhu, disediakan kran dengan air hangat. Masjid jangan kalah juga dengan faslitas hotel. Kursi roda juga bisa masuk masjid. DKM harus memikirkan dan memberikan layanan/fasilitas maksimal pada jamaahnya untuk nyaman beraktivitas di masjid. Tapi DKM juga harus memikirkan dan memperhatikan keadaan/kondisi penghidupan jamaahnya. Perhatikan kondisi ekonomi jamaahnya. Jangan hanya sekedar diajak untuk sholat berjamaah saja, tapi kondisi ekonominya tidak kita perhatikan. DKM pernah didatangi jamaah yang mengeluh karena dia tidak punya beras. Tersentaklah kami. Solusi awal dengan mengajak jamaah lainnya untuk menyisihkan berasnya  dan dibawa pada saat akan melaksanakan sholat. Langkah berikutnya, terbentuklah program Kotak Amal Beras. Setelah terhimpun dalam beberapa, beras tersebut diberikan pada jamaah yang kurang mampu. Jika bersisa, beras dijual. Dananya digunakan untuk program sosial lainnya. 

Gagasan lainnya muncul dalam pelaksanaan sholat Jumat. Setelah dilakukan penghitungan, pelaksanaan sholat Jumat dalam 1 bulan membutuhkan biaya sekitar sekian dengan jumlah jamaah sekian. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka keuangan masjid akan selalu minus. Dibuatlah sebuah spanduk berupa ajakan sekaligus kritikan : “Jika infak Anda 1.500, maka Anda membiayai sholat jumat di masjid ini. Jika infak Anda lebih dari Rp. 1.500, maka Anda memberikan subsidi pada jamaah lain untuk sholat Jumat di masjid ini. Jika infak Anda kurang dari Rp. 1.500, maka sholat jumat Anda di masjid ini, disubsidi oleh jamaah lain.” Hasilnya, beberapa bulan kemudian, keuangan masjid menjadi surplus. 

Gagasan lainnya, lantas atas masjid dibangun sebuah hotel yang terdiri dari 11 kamar. Levelnya bisa mendekati Hotel Bintang 3. Biayanya Cuma Rp. 150 ribu/malam. Fasilitasnya air hangat, AC, TV dan wiifi. Dari 11 kamar, 8 kamar dikenakan biaya/disewakan. Sementara 3 kamar tidak disewakan, digunakan untuk kebutuhan yang sifatnya khusus, misal kedatangan tamu, narasumber, dll. Adanya hotel tersebut, operasional masjid jadi tercukupi. Sementara dana infak Jumat, dikembalikan untuk jamaah/warga. Antara lain dalam bentuk pelayanan Klinik Kesehatan Gratis, pemberantasan rentenir, bantuan untuk anak sekolah, bantuan untuk masjid lain, bantuan/pinjaman untuk jamaah, dan MLM (Mobil Layanan Masjid). Fungsi masjid sebagai layanan pada masyarakat juga harus dikedepankan. Kami masuk ke pasar juga. Membangun WC umum dan sanitasi air. Dikelola oleh relawan yang juga jamaah masjid. Kami juga mendorong pengadaan fasilitas air bersih di sebuah masjid di Kab Temanggung dengan mengalirkan air layaknya PDAM dengan sumbernya dari mata air yang berjarak 7 km di area milik perhutani. 

Kami memiliki 140 ribu donatur dengan infak minimal Rp. 1.000/hari/orang. Langkah lainnya kami membangun TOMIRA, Toko Milik Rakyat. Kami berikan modal untuk membeli barang secara langsung dari pabrik. Kemudian barang-barang tersebut disebar/didrop pada toko/warung jamaah. Dalam hal ini, masjid harus berperan juga untuk menyelamatkan jamaahnya. Ada peradaban masjid dan peradaban pasar. hanya masjid yang bisa menghadapi imperialis. Predator atas nama investor. Kekayaan alam Indonesia dikeruk. Hasilnya dibawa ke luar. Rakyat di sekitarnya tetap miskin. Masjid harus menguasai pasar bukan pasar menguasai masjid. Pemimpin unggul adalah pemimpin yang ditempa di masjid. Pemimpin harus lahir di masjid. 

Disampaikan juga tentang fungsi masjid di zaman Rasulalloh SAW, sebagai pusat pendidikan, pengajaran dan pengembangan ilmu. Masjid sebagai pusat peribadahan, informasi, menerima tamu negara, dan ruang tunggu tamu negara. Jika di suatu masjid tidak ada kegiatan kajian/pembelajaran, maka disebut mushola. Masjid Jami, maka masjid tersebut juga berfungsi sebagai pusat kajian. 

Jika menyambut Ramadhan, maka H-1 Ramadhan, ada subsidi beras dan sembako untuk jamaah kurang mampu. Dilaksanakan juga Sahur Berjamaah. Itikaf Ramadhan di Masjid Jogokariyan daftar tunggunya sudah full hingga 2 tahun mendatang. Jamaah masjid harus bertambah. Jika tidak bertambah, lakukan evaluasi dan susun langkah lain yang harus dilakukan. Satu hal harus selalu tertanam dalam diri kita “kebaikan akan mendatangkan orang baik”. Kegiatan lain yang dilakukan oleh DKM adalah Pesantren Desain Grafis, pelatihan nyetir mobil, kursus elektronik, pelayanan penukaran uang baru dan uang recehan (jika ada jamaah yang tidak memiliki uang kecil, sementara di saku hanya ada uang besar), perkumpulan jamaah pecinta sepeda ontel, jamaah pecinta alam, klub sepakbola, memiliki 30 biro/unit kegiatan. Hal tersebut sebagai upaya untuk memperbanyak pintu masjid agar semakin banyak warga yang mau bergabung menjadi jamaah masjid. 

Tiga puluh biro tersebut yaitu : HAMAS (Himpunan Anak-anak Masjid), RMJ (Remaja Masjid Jogokariyan), Kurma (Keluarga Alumni Remaja Masjid), Ummi Muda, KAUM (Komite Aksi Untuk Ummat), PHBI (Peringatan Hari Besar Islam), FKSM (Forum Kajian Selasa Malam), pemberdayaan perempuan, Kader Mubaligh, Humas dan Penerbitan (mengelola website dan medsos), ibadah haji, perpustakaan, Imam dan Muadzin, Layanan Perawatan Jenazah, Koordinasi Jamaah (tiap RT), Klinik, Donor Darah, Ibadah Jumat, Kerumahtanggaan, Olah Raga, Teknologi dan Informasi, Keamanan, Dokumentasi dan Arsip, pembangunan dan pemeliharaan, Seni Budaya, Bimbel Al-Qur’an, Zakat, Kuliah Subuh.

Masjid juga memiliki PETA DAKWAH. Peta yang menggambarkan jamaah yang menunaikan kurban, jamaah yang telah menunaikan Haji dan atau Umroh, muslim dan non muslim, mustahik, muzaki, belum bisa baca Al-Qur’an, sudah/belum berjamaah di masjid, masalah ekonomi, kebutuhan biaya sekolah, dll.  DKM juga memperhatikan tanggal lahir jamaahnya. DKM menyampaikan ucapan selamat dan mendoakan secara bersama-sama dengan jamaah lainnya. DKM juga menggagas PETUAH (Pesantren Sabtu dan Ahad) untuk remaja dengan acara favoritnya adalah JJS (Jalan-Jalan Seram), Tahajud bersama-sama, bersepeda bersama setelah kajian subuh, membuat ikat kepala dengan tulisan “Ayo Ke Masjid”, pesantren khusus tuna rungu, keluarga jamaah di hari sabtu dan minggu (kegiatan itikaf, sholat subuh, sarapan dan olahraga melibatkan beberapa keluarga), dll.  

Untuk memajukan Indonesia, diperlukan 7 juta muslim profesional untuk memberdayakan 70 juta penduduk muslim di seluruh nusantara. Jika saat ini terdapat 700 ribu masjid, minimal setiap masjid harus berkontribusi untuk menghasilkan 10 orang muslim profesional. Berani? 

Rabu, 06 Januari 2016

Papan Kotak Angka






Keinginan untuk memberikan hal yang berbeda dan lebih, bahkan kalau bisa memberikan hal yang terbaik, kiranya selalu tertanam mendalam pada sanubari kita. Mengeluarkan semua daya dan potensi yang dimiliki dalam setiap kesempatan, adalah bagian dari upaya untuk mengasah, mengokohkan dan menajamkan sebuah perbuatan baik. Menancapkan niat yang banyak dalam setiap kegiatan, adalah awal untuk tumbuh ikhlas dan lapang dada terhadap proses yang berlangsung dan hasil yang dapat diraih serta dampak yang akan ditimbulkannya. Salah satunya, kita terapkan dalam kegiatan pelatihan masyarakat (pelmas) atau dengan bahasa kekinian disebut PKM (Peningkatan Kapasitas Masyarakat).

Berbekal pembelajaran yang diperoleh bersama penggiat di Studio Driya Media (SDM), sebuah lembaga di Bandung yang bergerak dalam bidang pendidikan, pelatihan dan penelitian, dipadupadankan dengan sebuah media permainan bertema lingkungan yang dicetak oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) dan media bantu FGD yang digagas Konsultan Monitoring dan Evaluasi (KME), pada tahun 2015, maka lahirlah Papan Kotak Angka yang saya siapkan sebagai media bantu dalam kegiatan PKM di dampingan Tim 6, 12 dan 17 Kota Bandung. Sebuah nama yang mungkin belum pas. Disebut Ular Tangga tidak bisa karena tidak ada ular dan juga tidak ada tangganya. Perintahnya juga bukan naik atau turun, melainkan maju atau mundur. Ada ide?

Papan Kotak Angka ini terdiri dari 5 kotak mendatar dan 7 kotak menurun, total 35 kotak yang berisi angka dan kalimat. Kotak yang berisi angka berwarna biru muda, sementara kotak yang berisi kalimat, berwarna merah untuk kondisi negatif dan berwarna hijau untuk kondisi positif. Warna kuning disematkan di “Kotak Mulai”. Sementara “Kotak Selesai” bernuansa biru tua. Warna hitam dikhususkan untuk angka dan huruf. Semuanya hanya pilihan warna saja. Anda mau warna yang berbeda? 

Cita-citanya ingin ada gambar dalam setiap kotak yang berisi kalimat. Sudah dipilah dan dipilih beberapa gambar yang ada pada beberapa file bahan pelatihan waktu masih aktif sebagai fasilitator hingga koorkot. Tapi tidak cukup keahlian untuk melakukannya. Maka, biarlah untuk sementara waktu, hanya berisi angka dan kalimat. Mudah-mudahan ada pihak yang berkenan untuk memperkaya dan melengkapi media bantu ini. Bukan hanya soal gambarnya, tapi juga tentang muatannya. Buka hanya terbatas pada tupoksi UP dan sekretaris, melainkan bisa digagas juga sebagai media bantu untuk kegiatan/program lainnya.

Pelaksanaan 1.
Penggunaan pertama kali media bantu Papan Kotak Angka, terlaksana dalam Pelatihan Penguatan UP dan Sekretaris Tim 6 Kota Bandung pada Minggu, 20 Desember 2015. Papan Kotak Angka dibuat H-1. Materinya fokus dengan bahasan Mediawarga. Materi diikuti oleh seluruh peserta dengan jumlah kurang lebih 40 orang. Begitu tiba di lokasi pelatihan, hal pertama yang menjadi perhatian adalah bagaimana menjalankan permainan Papan Kotak Angka itu dengan peserta yang banyak. Ketika diminta duduk di depan, di hadapan seluruh peserta, pikiran berikutnya adalah, bagaimana cara mengikutsertakan seluruh peserta dalam permainan tersebut. Dadu dan pion hanya tersedia 2 buah. Sementara tempat kocokan hanya ada 1 buah. Lembar permainan Papan Kotak Angka aman, tersedia 5 lembar.

Langkah dimulai dengan membagi seluruh peserta dalam 5 kelompok. Hanya dua kelompok yang mendapat dadu dan pion. Tiga kelompok lainnya, dadu diganti dengan 6 lembar lipatan kertas kecil yang berisi angka 1 sampai dengan angka 6  dan pion diganti dengan tutup pulpen. Secara bergilir, setiap kelompok diberikan arahan.  Ketika pion menginjak kotak yang berisi kalimat, setiap kelompok berdiskusi untuk memberikan tanggapan.  Setiap tanggapan ditulis oleh salah satu peserta. Setelah 60 menit, permainan dinyatakan closed. Selanjutnya perwakilan dari setiap kelompok memaparkan hasil diskusinya.  Paparan setiap kelompok langsung ditayangkan dengan media bantu infocus.

Dalam pelaksanaan pertama, setiap kelompok dapat mencapai “Kotak Selesai”. Umumnya lemparan dadu atau pilihan angka, jatuh di "Kotak Angka”, kotak yang tidak memuat kalimat/pernyataan. Sekilas dari hasil pengamatan, ada sebagian peserta yang ingin cepat selesai dengan cara menghindari “Kotak Kalimat”. Lieur, katanya. Kesimpulan dari pelaksanaan 1 : kurang memuaskan.

Pelaksanaan 2.
Lepas dari pelatihan dampingan Tim 6, berikutnya bergerak ke dampingan Tim 12. Pelatihan penguatan UPS dampingan Tim 12 dilaksanakan di aula kelurahan Arjuna kecamatan Cicendo yang diikuti 8 orang UPS perwakilan dari 4 kelurahan. Peserta duduk melingkar, sementara di tengah lingkaran, di atas sebuah kursi, diletakkan selembar Papan Kotak Angka, sebuah dadu, sebuah pion dan wadah untuk kocok dadu.

Permainan dimulai setelah disampaikan aturan mainnya. Seorang ibu mengocok dadunya. Kemudian ia langkahkan pionnya. Ahaaaa.....pionnya menginjak “Kotak Kalimat”. Ibu tadi saya cekoki beberapa pertanyaan sesuai tema yang tercantum dalam kalimat tersebut. Selepas ibu itu, pertanyaan berikutnya saya ajukan pada peserta berikutnya secara berurut. Di lain kesempatan, diajak peserta untuk memberikan tanggapan berupa sanggahan atau pendalaman terhadap jawaban yang sudah disampaikan peserta sebelumnya. Tak ketinggalan di akhir bahasan dari 1 “Kotak Kalimat”, disampaikan penguatan/penajaman. Tampak beberapa peserta mencatat jawaban dari peserta lainnya.

Tak terasa, waktu 1 jam berlalu.  Canda dan tawa hadir dalam riungan tersebut. Sesekali tawa meledak cukup keras, manakala dadu memerintahkan pion untuk mundur beberapa langkah dari kotak sebelumnya. Kesimpulan pelaksanaan ke-2 : memuaskan.

Pelaksanaan 3.
Semula pelatihan di Tim 17 pada 29 Desember 2015, akan dilepas. Tapi menjadi sebuah tantangan tersendiri. Tantangan yang mengasyikkan. Sangat layak untuk dituntaskan. Apalagi sudah deal. Sudah berjanji untuk hadir. H-1, materi dikebut. Media bantu Papan Kotak Angka direvisi. Disiapkan 2 jenis Papan Kotak Angka. Alhamdulillah, rengse.

Pelatihan yang dilaksanakan di SDN Cigondewah Kaler, diikuti lebih dari 30 orang. Peserta dibagi dalam 2 kelompok. Di sebelah kiri, duduk berbaris perwakilan dari UPK dan sekretaris. Tampilannya cukup sejuk dan damai. Seorang pria menjadi satu-satunya peserta paling kasep di barisan tersebut. Sementara di sebelah kanan dengan jumlah yang lebih banyak, duduk berbaris UPL dan UPS. Tampilannya cukup mengejutkan dan siap menerkam lawan.

Dadunya gimana? Dalam 1 lembar kertas, dibuat 6 kotak yang berisi angka 1 hingga angka 6. Kertas tersebut ditempel di lantai di hadapan barisan kelompok. Setiap barisan/kelompok menyiapkan sebuah koin bernilai 500 rupiah. Koin dilemparkan ke kertas tersebut. Jika jatuh di kotak angka 3, maka jadilah dadu dengan angka 3. Bagaimana dengan pionnya? Seorang peserta diminta menjadi pion. Peserta tersebut akan berjalan di atas 35 ubin lantai, kalau sempat tuntas dan mencapai “Kotak Selesai”. Tiga puluh lima ubin lantai ditempeli lakban yang sudah diberi nomor 1 hingga 35. Langkah berikutnya, infocus siap menayangkan lembar Papan Kotak Angka sebagai panduan.

Permainan dimulai, eh....pelatihan.  Kelompok UPK dan sekretaris mengawali pelatihan. Koin dilempar. Jatuh di angka 4. Peserta yang bertugas menjadi pion, sekretaris BKM kelurahan Cibuntu, bergerak maju menuju ubin yang berlabel angka 4. Peserta memperhatikan lembar Papan Kotak Angka, ternyata ada kalimat di kotak angka 4. Sepuluh pertanyaan, beberapa di antaranya sudah disiapkan terlebih dahulu, langsung diajukan pada kelompok UPL dan UPS.

Demikian terus berlanjut. Koin dilempar, sebuah angka terpilih. Sang pion bergerak. Pertanyaan diajukan. Jawaban pun meluncur. Ada yang kurang sigap dalam menyiapkan pertanyaan, muncullah pertanyaan apa adanya agar kuota 10 pertanyaan terpenuhi. Ada yang kebingungan untuk memberikan jawaban, hadirlah “haha hihi” dan teriakan “huuuuuu”. Sang pion letih berdiri, kursipun diberikan.

Ketika kumandang adzan Dhuhur bergema, permainanpun dihentikan. Berikutnya disampaikan penjelasan dari beberapa “Kotak Kalimat” yang tidak terbahas. Juga pendalaman dari “Kotak Kalimat”  yang sudah terbahas. Kesimpulan pelaksanaan ke-3 : cukup puas.

Pelaksanaan 4.
Mudah-mudahan Anda berkenan untuk mencobanya. Media bantu ini, silakan dikoreksi, dilengkapi dan disempurnakan. Agar makin menarik minat peserta dan makin asyik pelatihannya. Moga bermanfaat. Terima kasih.

Senin, 02 November 2015

Keripik JADUNG




Ibu Eka Fujawati, 45 tahun, sebelumnya tidak menyangka bahwa usahanya membuat keripik singkong akan bertahan lama. Usaha keripik singkong dirintis bersama suami dan anaknya sejak tahun 2007 dengan adanya bantuan dari program Bawaku (Bantuan Walikota Kredit Usaha) yang digulirkan oleh Walikota Bandung Drs. Dada Rosada. Melalui program Bawaku, diperoleh bantuan modal sejumlah Rp. 500.000. Selanjutnya usaha tersebut berkembang dengan adanya suntikan pinjaman bergulir sejumlah Rp. 2.000.000 dari UPK BKM Bina Karya kelurahan Garuda kecamatan Andir. 

Produk yang dihasilkan memiliki keunikan tersendiri. Keripik yang dihasilkan berbentuk keriting, tidak seperti umumnya keripik singkong lain yang selama ini beredar di masyarakat. Melalui tahapan pengupasan singkong, kemudian disugu, digoreng, dispinner/disaring minyaknya, kemudian diberi bumbu aneka rasa, dan tahapan terakhir dimasukkan dalam kemasan dan diberi label, keripik singkong yang diberi nama JADUNG ini, tak bisa dipandang sebelah mata dan layak untuk disandingkan dengan Keripik Ma Icih dan Karuhun. Dua branch mark keripik singkong di Kota Bandung yang sangat terkenal dalam 2 tahun belakangan ini.

Keripik JADUNG masih diproduksi dengan peralatan sederhana, yaitu menggunakan 2 buah sugu yang dibuat sendiri oleh suaminya yang merangkap juru masak, 2 buah katel, susuk dan serok, kemudian spinner 1 unit, mesin molen pembuat bumbu 1 unit dan timbangan digital. Keripik JADUNG berhasil meraih prestasi sebagai Juara Kategori III Lomba Olahan Hasil Pertanian yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bandung pada tahun 2013. Pada tahun yang sama, keripik JADUNG pernah mengikuti kegiatan Pameran Industri Pertanian  Pangan dan Perikanan. Dalam pengembangan usahanya, Ibu Eka  mendapat pembinaan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bandung sejak tahun 2013. Pembinaan antara lain dalam pengembangan kapasitas melalui pelatihan-pelatihan.

Berlokasi di kelurahan Garuda kecamatan Andir, produksi Keripik JADUNG dihasilkan dari 2 tempat yang berbeda. Rumah tinggal yang saat ini ditempati, difungsikan untuk tahapan produksi pengupasan, penyuguan dan packaging. Sementara ruang kecil di rumah orang tua Ibu Eka, masih dalam lingkungan RT yang sama, difungsikan sebagai tempat penggorengan dan pengeringan.  

Memiliki 6 rasa, yaitu original, balado, rendang, jagung manis, asin pedas dan keju, Keripik JADUNG dipasarkan oleh mahasiswa di beberapa kampus (Unpad, UPI, Widyatama), kemudian pegawai yang bekerja di beberapa SKPD, LAN, Pabrik Ceres, PT Inti, Bank BJB, coffea dan restoran (Rumah Makan Laksana dan Ampera), hotel Cipaku dan toko kue Erlanda. Ibu Eka memiliki impian, usaha yang dirintisnya dapat terus maju, antara lain ditandai dengan bertambahnya tenaga kerja menjadi 10 – 20 orang dari semula 3 orang, kemudian kapasitas produksi dari semula 20 kg menjadi 100 kg dan dapat berproduksi 100 bungkus/hari. 

Adanya program BDC (Bussines Development Center) di Kota Bandung, memberikan harapan untuk terwujudnya impian Ibu Eka. Melalui BDC, diharapkan ada peningkatan kualitas produksi dan kemasan keripik JADUNG serta peningkatan keterampilan tenaga kerja yang dibinanya. Ibu Eka berharap agar BDC dapat menjembatani KSM untuk lebih maju dan mandiri.

Kamis, 03 September 2015

Jangan Serakah !!!!



 

Siapa sangka sebagai “peserta gelap”, tetapi menemukan banyak manfaat dari gelaran acara FGD Tentang Pedoman Umum Percepatan Penciptaan Wirausaha Baru di Kota Bandung. Dilaksanakan di sebuah Hotel berbintang 4, dihadiri perwakilan berbagai dinas/badan di lingkungan pemkot, praktisi wirausaha, perguruan tinggi, diselingi sajian makanan ringan dan tawaran minuman kopi/teh, acara FGD yang berlangsung pada 26 Agustus 2015 itu, ditingkahi pertanyaan dari beberapa peserta.

FGD diawali dengan paparan oleh Ferry, Fakultas Ekonomi Unpad, HP 0811239747, yang menyampaikan bahwa Target 100.000 wirausaha baru adalah tanggung jawab bersama yang akan memberikan dampak terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Bandung dikenal sebagai kota yang memiliki banyak inovator dan sebagai cikal bakal ekonomi kreatif di Indonesia. Tumbuhnya wirausaha baru, mesti disertai iklim usaha yang mendukung dan mekanisme pasar yang tidak saling merugikan. Harus ada kolaborasi agen pembangunan antara pemkot dengan masyarakat dan swasta, dengan kota/kabupaten dalam 1 provinsi, dengan provinsi, dengan kota/kab lain provinsi, dengan pusat, dan dengan luar negeri. Hal yang mesti ditanggulangi adalah, jangan sampai wirausaha baru mencari modal dari rentenir. Percepatan Pencitaan Wirausaha Baru mengupayakan peran pemerintah yang dapat mengendalikan pasar sektor informal agar ada keseimbangan dan keterpenuhan antara demand (distribusi pendapatan, kemiskinan dan harga) dan supply (penggangguran, gaji/upah, dan keinginan membuka usaha). Keberadaan PKL di kota Bandung demikian menggurita, ada di pertokoan, pasar, pusat perbelanjaan modern/mall, Rumah Sakit, pusat pendidikan, perumahan/permukiman, Sarana Olah Raga, bahkan hingga sekitar lokasi ibadah.

Paparan berikutnya disampaikan oleh Fajar dari Bappeda. Disampaikannya tentang pemetaan Kota Bandung, latar belakang disusunnya Perwal, ketidakseimbangan penyerapan tenaga kerja, target dan tujuan,  serta kegiatan yang direncanakan dan penanggung jawab teknis dalam percepatan penciptaan wirausaha baru.

Paparan yang cukup ‘renyah’ dan disampaikan penuh gairah adalah materi dari Kukuh Indrapasena, mewakili Young Enterepreneur Academy (YEA), Website : yea-indonesia.com. YEA perintisannya dilaksanakan di Batam pada tahun 2007, kemudian dialihkan di Jakarta pada tahun 2009 dan selanjutnya ditetapkan pusat kegiatannya di Bandung pada tahun 2010. YEA fokus pada pencitaan wirausaha baru. Hambatan dalam penumbuhan wirausaha baru berkaitan dengan pengetahuan, teknologi, akses pasar, regulasi dan permodalan.

Kang Kukuh menyampaikan beberapa program yang telah dilaksanakan YEA, yaitu YEA Virtual, layanan pembelajaran jarak jauh, 2.000 peserta belajar aktif, YEA Capital, berbasis syariah, pitching, rembug, TJ bersama, bussines plan sederhana, YEA Xpro, pelayanan rintisan usaha bagi pensiunan dan yang terkena PHK, YEA Reguler , pembinaan pemuda untuk berwirausaha, 90% jadi wirausaha, usia 17-35 th, YEA Comdev, pembinaan lanjutan bagi pemuda untuk berwirausaha, YEA ecamP , pembinaan di berbagai daerah dan LN, 4.000 alumni tersebar di Indonesia dan YEA yukbisnis.com : layanan usaha medsos, 53.000 anggota. Toko online GRATIS.

Renyahnya materi dilanjutkan oleh Jaya Setiabudi, YEA, HP. 0819818919. Diawali dengan sebuah prinsip yang dijalaninya bahwa mendidik anak dengan tidak mewariskan harta dalam jumlah banyak, melainkan secukupnya dan dengan mendorong kemandirian sang anak. Mas Jaya menyebutkan bahwa Program YEA berketetapan untuk Anti kapitalis, anak-anaknya sekolah formal hanya hingga SD, dilanjutkan dengan Home Schooling.

Dalam menjalankan usaha, disampaikan agar berpedoman pada “Bagilah keuntunganmu pada orang lain”, “Ambillah jatah ‘sejahteramu’, jangan serakah!!!”. Jika sudah tergambar ada keuntungan, jangan lantas berkeinginan untuk menguasai suatu produk dari hulu ke hilir. Umpama seorang pengusaha keripik pisang. Dia berjualan secara online. Keripik pisang yang sudah jadi, dibelinya dari ibu-ibu rumah tangga. Kemudian diberi kemasan yang menarik. Upaya berbagi keuntungan adalah mendekatkan petani pisang ke tempat produksi kepada ibu-ibu yang membuat kripik pisang, sehingga petani terhindar dari tengkulak yang membeli hasil panen pisangnya dengan harga rendah.  Jangan serakah dengan cara membeli langsung ke petani, mengolah/membuat sendiri keripik pisang sehingga ibu-ibu tadi kehilangan/berkurang penghasilannya, mengemas sendiri sehingga di sisi lain pengusaha kemasan kekurangan order, kemudian menjualnya sendiri karena ingin laba yang lebih besar. Cara berbagi keuntungan lainnya adalah dengan menumbuhkan reseller baru sebelum produk sampai ke konsumen. Jangan Serakah !!!