Tidak bisa hanya bertutur dengan
kalimat perintah. Tidak cukup hanya bergerak dengan jari telunjuk. Harus
dilakukan secara bersama-sama. Harus ditemani secara langsung. Itu sebagai bukti
bahwa kalimat perintah juga kembali mantul terdengar di telinga kita. Itu
sebagai fakta bahwa empat jari yang lainnya juga mengarah pada badan kita. Akan
lebih baik jika dilakukan secara bersama-sama dan akan lebih indah jika
ditemani.
Dinamika bersama masyarakat,
berbeda dengan keluarga dan dunia kerja. Bersama masyarakat adalah menahan laju
kalimat perintah dan membendung licahnya telunjuk. Bersama masyarakat adalah
membangun keyakinan untuk dapat berbuat lebih, beda dan terbaik karena semua
mempunyai potensi dalam lingkup yang lebih besar. Bersama masyarakat adalah
membentuk konsistensi untuk terus melanggengkan gerakan dalam membangun kampung
dan membuat bahagia warganya.
Membangun kampung dan membuat
bahagia warganya sejatinya sudah menjadi bagian dari kewajiban pemerintah
melalui APBD. Kewajiban tersebut ditunaikan oleh pemkot Bandung, melalui
program PIPPK (Program Inovasi Pemberdayaan Pembangunan Kewilayahan), pemprov
melalui DAK, dan pusat, antara lain melalui KOTAKU. Namun semuanya terbatas dan
perlu waktu sehingga gerakan swadaya harus muncul sebagai upaya nyata dan
langsung untuk ‘mengubah’ wajah kampung.
Gerakan swadaya itu sudah muncul
dari dulu. Gerakan yang lahir dari budaya luhur sebagai kearifan lokal.
Perpanjangan dari gerakan gotong royong. Gerakan yang dikenal dengan nama
generik ‘udunan’, ‘perelek’, ‘rereongan sarupi’ dan kemudian diformalkan sebagai Iuran Warga.
Gerakan yang sejatinya dapat dimaknai sebagai perwujudan ibadah karena hal
tersebut juga bagian dari ‘sedekah’.
Iuran Warga di lingkungan RW 11
Sukalaksana kelurahan Cicaheum Bandung, berjumlah Rp. 12.000 per KK. Terdapat
beberapa warga, pemilik kostan dan atau perusahaan yang bertindak sebagai
donatur dengan iuran yang lebih besar sesuai kesanggupan. Total dalam sebulan
terkumpul rata-rata Rp. 5.000.000. Selanjutnya dana tersebut dialokasikan untuk
honor petugas kebersihan Rp. 1.400.000 plus bensin Rp. 100.000, honor keamanan
Rp. 1.250.000, dan biaya TPS Rp. 650.000. Dana tersebut juga diberikan sebagai
subsidi untuk PKK, Posyandu, Posbindu, Urban Farming, dan Unit Bank Sampah
dengan besaran mulai dari Rp. 50.000 hingga 150.000. Dana sisa, kemudian dialokasikan
untuk Kas RW, Kas RT dan Kas Kerohiman. Berulang demikian setiap bulan dan
sepanjang tahun.
Bagaimana dengan drainase yang
mampet? Juga kondisi jalan gang yang berlubang-lubang? Bagaimana juga dengan
area lapangan yang tidak terawat, pos RW dan posyandu yang sudah pudar warna
dindingnya, gerbang kampung yang perlu dicat kembali, motor Triseda pengangkut
sampah yang perlu perbaikan dan kebutuhan lainnya? Tidak ada jalan, mengajak
warga untuk udunan (bersedekah).
Gerakan bersedekah itulah yang
mendorong pembuatan taman di area bekas konveksi kaos kaki lingkungan RT 1 RW
11. Diawali kegiatan gotong royong di hari Ahad, 18 Nopember 2018 dengan
membersihkan rerumputan dan sampah yang ada, kegiatan tersebut terus
menggelinding jadi sebuah tekad untuk membuat taman. Hampir setiap akhir pekan
di hari Sabtu dan Ahad, serta hari libur, area tersebut terus dibenahi. Di hari
kerja, kegiatan dilakoni tukang secara bertahap sesuai dana yang tersedia.
Pembuatan taman selanjutnya dilengkapi dengan berbagai fasilitas mulai dari
penyediaan bangku tempat duduk, area ban, kolam ikan, area batu terapi, hingga
ayunan.
Ajakan bersedekah terus dilancarkan
ke berbagai pihak, baik warga setempat, maupun warga RW 11 yang sudah bermukim di daerah lain, bahkan
teman dan saudara. Partisipasi warga mulai dari ide, tenaga, material, konsumsi
hingga dana, terus mengalir. Anak-anak yang bahagia karena ada kola ikan,
mereka menyisihkan uang jajannya untuk beli ikan. Remaja masjid tidak mau
ketinggalan ikut mengecat lantai ayunan. Karang taruna membuat mural bertema
olah raga Basket, meskipun hanya kaosnya saja. Ibu-ibu di sekitar taman
beberapa kali menghidangkan botram dengan menu favorit : tahu, tempe, jengkol,
sambal dan kerupuk.
Terkumpul dana swadaya lebih dari
Rp. 8.000.000 yang berasal lebih dari 60 warga yang memberikan donasi. Swadaya
material yang didonasikan warga antara lain cat, semen, pasir, kayu, bata,
besi, dll. Warga juga berdonasi untuk pengelasan ayunan, pengecatan, pemasangan
lampu taman, dll. Pembuatan taman tidak menggusur dan menjauhkan aktivitas yang
sebelumnya ada, yaitu menjemur burung dan menjemur pakaian. Area menjemur
burung, dipusatkan di depan bagian selatan. Sementara area menjemur pakaian,
dipindahkan ke bagian belakang taman.
Taman itu belum usai. Saungnya
belum ada. Pelosotannya belum terbeli. Paving juga masih bertahan di toko
material. Rumputnya juga baru ditanam pada hari Ahad, 19 Januari 2019, dan
belum menyebar merata. Meski demikian, keberadaan taman sudah mendatangkan manfaat.
Di pagi hari sebelum matahari menyengat, sudah ada seorang ayah dengan anaknya
bermain ayunan. Beranjak beberapa jam kemudian, anak-anak lainnya asyik main di
area ban, asyik menyaksikan ikan di bawah kicauan burung dan bergantian main
ayunan. Siang hari saat terik, taman pun sepi. Hanya ada satu dua anak yang
nekad main ayunan. Sesekali taman menjadi titik pertemuan antara OJOL dengan
penumpaangnya. Taman ramai kembali di sore hari. Ibu-ibu asyik ngerumpi di
teras selatan. Sementara anak-anaknya bermain ayunan. Di malam hari, giliran
bapak-bapak dan karang taruna yang menjadi taman sebagai alternative untuk
berkumpul.
1 komentar:
aku bangga dengan bapak ku
Posting Komentar